Indonesian

Morea, Sang Penjaga Mata Air Sungai Waiselaka

Ratusan tahun lalu, leluhur masyarakat Desa Waai melemparkan sebuah tombak sakti dari pegunungan Salahutu. Tombak itu tertancap kokoh dan memunculkan satu mata air saat dicabut dari tempatnya tertancap. Mata air itu bernama Waiselaka dan menjadi tumpuan hidup bagi warga Desa Waai, Kecamatan Salahutu, Maluku Tengah sampai saat ini. Satu hal yang menarik, bersamaan dengan munculnya mata air Waiselaka itu, muncul pula sosok hewan menyerupai belut dengan ukuran yang sangat besar. Masyarakat menyebut hewan itu Morea.

Selintas Morea tampak seperti belut listrik yang hidup di air asin, namun hewan ini nyatanya berasal dari sungai air tawar yang terbentuk dari mata air Waiselaka. Tubuhnya bulat panjang hingga mencapai 2-2.5 meter dengan garis tengah mencapai 15-20 sentimeter. Seluruh permukaan kulitnya licin dan sedikit berlendir, namun Morea bukanlah hewan ganas yang agresif terhadap keberadaan manusia. Morea di mata air Waiselaka sangat jinak dan sudah mengenal kehidupan manusia. Mereka sudah terbiasa melintas di tengah-tengah warga Desa Waai yang sedang mencuci baju atau sekedar mandi di sungai Waiselaka.

Warga Desa Waai sangat mengkeramatkan keberadaan Morea. Mereka menganggap bahwa Morea adalah penjaga mata air Waiselaka yang selama ini menjadi sumber penghidupan bagi seluruh warga desa. Sejak dulu, tidak ada satu pun warga atau orang luar desa yang berani mencuri atau terlebih membunuh Morea-morea ini karena selain menghormati tradisi, mereka juga takut akan kutukan yang akan mereka dapatkan jika melanggar aturan ini.

Morea tinggal di lubang-lubang alami yang terbentuk di sepanjang sungai. Mereka hanya akan keluar ketika mereka merasa lapar dan mencari ikan-ikan kecil di sekitar mereka untuk dimakan. Namun demikian, Morea dapat dipanggil keluar oleh pawang khusus dengan menggunakan telur mentah. Sang Pawang akan memecah telur tersebut dan membuat decakan-decakan air beserta sedikit cairan telur mentah. Aroma amis telur akan membuat Morea keluar dari sarangnya dan mendekat ke Sang Pawang. Biasanya, hal inilah yang dilakukan Sang Pawang Morea untuk memanggil keluar Morea ketika banyak wisatawan yang berkunjung ke Desa Waai. Setelah Morea keluar sarang, para wisatawan tidak hanya bisa menyaksikan uniknya hewan ini dari kejauhan, namun juga dapat menyentuhnya, berenang bersama, bahkan member telur mentah sebagai makanan seperti yang dilakukan Sang Pawang.

Kearifan lokal dalam menjaga sungai menjadi faktor kuat yang menjadi alasan bertahannya situs ratusan tahun ini hingga sekarang. Warga Desa Waai menyadari bahwa mata air dan sungai Waiselaka adalah sumber kehidupan mereka untuk konsumsi air, mencuci, mandi, dan lainnya. Mereka bahkan menghormati keberadaan mata air ini dengan atusan tahun lalu, leluhur masyarakat Desa Waai melemparkan sebuah tombak sakti dari pegunungan Salahutu. Tombak itu tertancap kokoh dan memunculkan satu mata air saat dicabut dari tempatnya tertancap. Mata air itu bernama Waiselaka dan menjadi tumpuan hidup bagi warga Desa Waai, Kecamatan Salahutu, Maluku Tengah sampai saat ini. Satu hal yang menarik, bersamaan dengan munculnya mata air Waiselaka itu, muncul pula sosok hewan menyerupai belut dengan ukuran yang sangat besar. Masyarakat menyebut hewan itu Morea.

Selintas Morea tampak seperti belut listrik yang hidup di air asin, namun hewan ini nyatanya berasal dari sungai air tawar yang terbentuk dari mata air Waiselaka. Tubuhnya bulat panjang hingga mencapai 2-2.5 meter dengan garis tengah mencapai 15-20 sentimeter. Seluruh permukaan kulitnya licin dan sedikit berlendir, namun Morea bukanlah hewan ganas yang agresif terhadap keberadaan manusia. Morea di mata air Waiselaka sangat jinak dan sudah mengenal kehidupan manusia. Mereka sudah terbiasa melintas di tengah-tengah warga Desa Waai yang sedang mencuci baju atau sekedar mandi di sungai Waiselaka.

Warga Desa Waai sangat mengkeramatkan keberadaan Morea. Mereka menganggap bahwa Morea adalah penjaga mata air Waiselaka yang selama ini menjadi sumber penghidupan bagi seluruh warga desa. Sejak dulu, tidak ada satu pun warga atau orang luar desa yang berani mencuri atau terlebih membunuh Morea-morea ini karena selain menghormati tradisi, mereka juga takut akan kutukan yang akan mereka dapatkan jika melanggar aturan ini.

Morea tinggal di lubang-lubang alami yang terbentuk di sepanjang sungai. Mereka hanya akan keluar ketika mereka merasa lapar dan mencari ikan-ikan kecil di sekitar mereka untuk dimakan. Namun demikian, Morea dapat dipanggil keluar oleh pawang khusus dengan menggunakan telur mentah. Sang Pawang akan memecah telur tersebut dan membuat decakan-decakan air beserta sedikit cairan telur mentah. Aroma amis telur akan membuat Morea keluar dari sarangnya dan mendekat ke Sang Pawang. Biasanya, hal inilah yang dilakukan Sang Pawang Morea untuk memanggil keluar Morea ketika banyak wisatawan yang berkunjung ke Desa Waai. Setelah Morea keluar sarang, para wisatawa

Hello Indonesia

Recent Posts

Hari Ulang Tahun Jalasenastri – Pengabdian Istri Prajurit TNI AL

Setiap tanggal 27 Agustus, organisasi Jalasenastri memperingati hari jadinya. Tahun 2025 ini, Jalasenastri memasuki usia…

2 hari ago

Hari Perumahan Nasional – Refleksi Pentingnya Hunian Layak

Setiap tanggal 25 Agustus, Indonesia memperingati Hari Perumahan Nasional (Hapernas). Peringatan ini menjadi pengingat bahwa…

4 hari ago

Selamat HUT RI ke-80: Merdeka Bukan Sekadar Slogan

Hari ini, 17 Agustus 2025, Indonesia merayakan HUT RI ke-80. Delapan puluh tahun sudah bangsa…

2 minggu ago

Menengok Sejarah Kereta Kuda di Museum Kereta Keraton Yogyakarta

Apabila Anda tertarik memperdalam wawasan sejarah budaya dan tradisi kesultanan Jawa, Museum Kereta Keraton Yogyakarta…

2 minggu ago

Hari Pramuka Nasional 14 Agustus

Hari Pramuka Nasional diperingati setiap 14 Agustus sebagai momen bersejarah bagi Gerakan Pramuka Indonesia. Tanggal…

2 minggu ago

HUT Mahkamah Konstitusi RI 13 Agustus

Letaknya yang strategis di Pancasila dan demokrasi membuat Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi salah satu pilar…

2 minggu ago