Talawang, Pertahanan Terakhir Dayak
Helloindonesia.id – Untuk melengkapi pedang, Dayak digunakan masyarakat talawang (perisai atau baju besi) dalam pertempuran. Demikian pula, mandau, talawang lahir dari Dayak properti budaya kepercayaan masyarakat dalam kekuatan sihir. Selain itu, talawang juga memiliki sisi estetika yang ditampilkan dalam ukiran motif.
Talawang terbuat dari kayu ulin atau besi. Tapi, ada juga mortir kayu. Kayu merupakan bahan utama dari jenis ini sering digunakan dalam pembuatan talawang. Kayu dipilih karena selain ringan, juga bisa bertahan selama ratusan tahun.
Seperti baju besi pada umumnya, talawang persegi panjang membuat meruncing di bagian atas dan bawah. Talawang sekitar 1-2 meter panjang dengan lebar maksimum 50 cm. Sisi luar dihiasi dengan talawang diukir yang mencirikan budaya Dayak, sedangkan interior diberi pegangan.
Yang mengatakan, ukiran pada talawang memiliki kekuatan magis yang dapat membangkitkan gairah yang kuat untuk membuat orang-orang yang membawa mereka. Ukiran talawang termotivasi umumnya Tingang burung, burung yang dianggap suci oleh orang Dayak. Selain Tingang motif burung, motif lainnya yang umum digunakan yang diukir Kamang. Kamang mewujudkan semangat nenek moyang Dayak. Kamang motif digambarkan oleh seseorang yang sedang duduk di wajahnya dan cawat berwarna merah. Meskipun masing-masing sub-suku dan budaya talawang saber, menggunakan warna dan motif pada berbeda talawang.
Seiring waktu, penggunaan talawang shift. Jika talawang pertama kali digunakan sebagai garis pertahanan terakhir dalam perang, sekarang talawang fungsi sebagai objek tampilan yang bernilai estetis menyenangkan dan ekonomis. Sebuah buah talawang bermotif indah dapat dihargai hingga ratusan juta rupiah. Harga sebanding dengan keindahan motif yang ditawarkan oleh produsen. Selain itu, bersama dengan mandau, talawang juga masih digunakan sebagai tempat tinggal di pertunjukan tari Dayak, seperti tari pedang dan pepatay tari.
Share this content: