Cureng, Pesawat Militer Pertama Indonesia
Helloindonesia.id – Pesawat Cureng merupakan pesawat militer pertama yang dimiliki Indonesia. Para pemuda pejuang merebut pesawat yang bernama asli Churen atau Chukan Renssuki ini dari tentara Jepang setelah mereka menguasai Pangkalan Udara Maguwo (kini Lanud Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara Adisutjipto) pada Oktober 1945.
Cureng berwarna oranye. Sebab itu, orang Jepang menjulukinya sebagai Aka Tombo atau Capung Merah, merujuk pada jenis serangga yang umum dijumpai di Jepang. Pesawat Cureng yang aslinya dikenal sebagai pesawat Yokosuka K5Y1 dan dibuat pada 1933 ini merupakan pesawat latih Angkatan Laut Kekaisaran Jepang (Kaigun). Meski demikian, beberapa buah di antaranya digunakan juga oleh Pasukan Kamikaze saat meletusnya Perang Pasifik.
Nama Yokosuka merujuk pada nama Pangkalan Utama Angkatan Laut Jepang yang kini menjadi pangkalan AL Amerika Serikat di Jepang. Pada 1930-an dan saat Perang Dunia II, terdapat industri pesawat terbang Kaigun di Yokosuka Dai Ichi Kaigun Koku Gijitsusho.
Untuk memperbaiki pesawat, para perintis AURI mendatangkan dua teknisi, Basir Surya dan Tjarmadi, dari Lanud Andir (kini Lanud TNI AU Husein Sastranegara) Bandung, ke Yogyakarta pada 25 Oktober 1945. Setelah seharian bekerja, mereka menyatakan satu pesawat Cureng siap diterbangkan pada 26 Oktober 1945.
Uji Terbang
Pesawat itu diuji terbang pada 27 Oktober 1945 pukul 10.00 oleh Agustinus Adisutjipto didampingi Rudjito. Itulah penerbangan pertama militer Indonesia.
Adisutjipto yang akrab dipanggil Pak Adi dipilih untuk menerbangkan perdana pesawat ini karena dia memiliki wing penerbang, yakni Groot Militaire Brevet. Pesawat Cureng milik Indonesia tersebut dicat warna merah-putih menutup warna bulatan merah (Hinomaru) lambang pesawat militer Jepang.
Saat itu, tidak mudah bagi awak AURI yang baru berdiri ini untuk menangani Cureng. Tidak ada buku manual yang menjadi panduan bagi para penerbang AURI untuk mengoperasikan Cureng. Para mantan penerbang dan teknisi Angkatan Darat Jepang (Rikugun) membantu memberikan panduan bagi para penerbang dan teknisi AURI.
Dengan tekun dan susah payah, prajurit TNI AU berhasil memperbaiki 25 pesawat Cureng hingga layak terbang di Lapangan Udara Maguwo.
Pesawat Cureng tersebut kemudian menjalankan berbagai misi, seperti pengintaian di kawasan Laut Selatan, latihan terjun payung, penyebaran famflet, serta pengiriman obat-obatan dan logistik ke daerah-daerah.
Cureng tergolong pesawat kecil bermesin tunggal bersayap ganda (biplane). Kokpit pesawat ini bertipe tandem dengan dua tempat duduk (depan dan belakang). Kokpit tidak memiliki kanopi sehingga bagian kepala dan dada penerbang kelihatan jelas dari luar.
Pesawat itu menggunakan motor radial dingin angin “Teppo” dengan kekuatan 350 daya kuda. Kecepatan maksimum yang dimilikinya sekitar 212 kilometer per jam. Saat menjalankan misinya, Cureng dilengkapi sepucuk senapan mesin dan mampu mengangkut bom seberat 100 kilogram.
Pada 29 Juli 1947, pesawat legendaris ini memiliki peran penting dalam keberhasilan Angkatan Udara Republik Indonesia melakukan serangan udara terhadap kedudukan militer Belanda di Semarang, Ambarawa, dan Salatiga.
Baca Juga
Share this content:
Post Comment