Kesenian Campak, Seni Berpantun di Atas Panggung

Helloindonesia.id – Di panggung, para biduan wanita dan penonton laki-laki yang pandai berpantun silih berganti saling berbalas pantun. Sambil berjoget, pantun demi pantun pun keluar dan menghibur para penonton yang memadati panggung di Pantai Tanjung Pendam tempat kesenian ini digelar. Iya, inilah campak, kesenian tradisional khas Belitung.

Campak
Campak

Dalam tari campak, biduan wanita memancing penonton pria yang bisa pantun untuk maju ke atas panggung dan beradu pantun dengannya. Sambil menunggu, mereka menyanyikan lagu yang syairnya berisi pantun-pantun dalam bahasa Belitung.

Satu yang menarik. Bila penonton pria yang naik ke atas panggung merasa kalah dalam berpantun, dia akan memberikan sejumlah uang kepada sang biduan wanita.

Dalam kesenian campak, musik yang mengiringi terdiri dari piyul (biola), gong, gendang, dan keyboard. Musik ini akan terus mengiringi para biduan dengan pengunjung berjoget sambil beradu pantun.

Tari campak masuk ke Belitung melalui Pulau Seliu pada abad ke-18, dibawa oleh seorang penari bernama Nek Campak. Perlahan-lahan, campak pun berkembang menjadi tari pergaulan yang mengasyikkan dan menarik minat masyarakat Belitung untuk menyaksikannya.

Kesenian campak dapat dibagi menjadi dua, yakni campak darat dan campak laut. Jika campak darat dijadikan tari pergaulan, maka campak laut yang dibawa masyarakat Suku Sawang merupakan tari gembira yang diikuti dengan nyanyian dan dilakukan berpasang-pasangan.

Biasanya, campak laut dilakukan hingga larut malam dan terkadang menjadi ajang mencari pasangan.

Visit too : https://balitraveldiary.com/

Share this content:

You May Have Missed