Orangutan, Primata Asli Indonesia
Helloindonesia.id – Orangutan atau Pongo pigmaeus adalah primata yang hanya ada di Indonesia. Di Indonesia sendiri, satwa ini hanya hidup di Kalimantan dan Sumatra. Oleh karena itu, jenis primata ini biasa dibedakan menjadi orangutan Sumatra, orangutan Kalimantan, orangutan Tapanuli.
Orangutan Kalimantan memiliki bentuk tubuh lebih besar daripada jenis Sumatra. Sementara orangutan Tapanuli merupakan spesies yang baru ditemukan pada abad ke-21 ini. Awalnya, orangutan di Ekosistem Batang Toru ini hanya dianggap sebagai bagian dari spesies orangutan Sumatra. Namun, setelah dilakukan penelitian, orangutan tersebut ditetapkan sebagai spesies tersendiri.
Di Kalimantan sendiri, ditemukan tiga subspesies, yaitu pongo pygmaeus pygmaeus yang tinggal di barat laut Kalimantan. Kemudian ada pongo pygmaeus wurmbii yang hidup di Kalimantan Tengah, dan terakhir pongo pygmaeus mario yang hidup di timur laut Kalimantan.
Jika dicermati lebih lanjut, dari bentuk tubuh yang ada, jenis yang tinggal di Kalimantan Tengah atau pongo pygmaeus wurmbii memiliki ukuran tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan dua subspesies lain yang ada.
Di masa kini, orangutan kalimantan hidup dalam situasi yang rentan. Perluasan lahan yang mengakibatkan semakin berkurangnya hutan, yang berarti terancamnya habitat orang utan Kalimantan. Selain itu, kebakaran hutan, perburuan dan juga perdagangan orangutan untuk menjadi satwa peliharaan mengakibatkan terancamnya hidup mereka. Tercatat selama 20 tahun terakhir habitat orangutan Kalimantan berkurang hingga 55%.
Orangutan Sumatra, yang dikenal dengan nama latin pongo abelii masih merupakan spesies yang sama dengan jenis Kalimantan. Mereka juga masuk dalam kategori keluarga kera. Sebagaimana saudaranya di Kalimantan, jenis Sumatra juga memiliki ciri-ciri yang mirip dengan jenis Kalimantan.
Secara fisik, tinggi tubuh orangutan Sumatra dapat mencapai 1,4 hingga 1,5 meter untuk pejantan. Sementara untuk betina tinggi mereka bisa mencapai 90 sentimeter hingga 1 meter. Sementara untuk berat badan, pejantan dapat memiliki berat 90 kilo gram, sementara yang betina dapat memiliki berat 45 kilogram.
Untuk kelangsungan hidupnya, orangutan Sumatra memakan buah-buahan seperti nangka dan buah ara, dan juga serangga. Selain itu, mereka juga mengonsumsi telur burung dan vertebrata kecil.
Orangutan Sumatra bersifat lebih arboreal (tinggal di pepohonan) dibandingkan orang utan Kalimantan. Bisa jadi ini adalah hasil adaptasi bertahun-tahun lamanya yang disebabkan oleh ancaman harimau di Sumatra.
Perbedaan lainnya adalah jenis Sumatra tampak lebih sosial dibandingkan dengan jenis Kalimantan. Mereka biasa hidup di dalam kelompok.
Populasi jenis Sumatra menipis tidak hanya karena semakin berkurangnya habitat hidup mereka, melainkan juga karena interval kelahiran yang panjang bagi orang utan betina. Interval kelahiran orangutan Sumatra bisa mencapai 9,3 tahun. Ini menyebabkan populasi mereka sulit berkembang.
Orangutan Sumatra bersifat endemik atau menetap di satu tempat. Mereka biasa dijumpai di hutan-hutan di daerah Aceh dan di hutan sekitar danau Toba, tepatnya di daerah Bukit Lawang dan di Taman Nasional Gunung Leuser.
Primata khas Indonesia ini masuk dalam jajaran satwa yang hampir punah. IUCN (International Union for Conservation of Nature) di tahun 2004 mencantumkan satwa Indonesia ini dalam daftar 25 primata yang terancam punah di dunia.
Sebuah riset di tahun 2004 mencatat sekitar 7.300 orangutan Sumatra masih hidup di alam liar. Beberapa dari mereka kini telah ditempatkan di taman-taman nasional untuk dilindungi. Namun, masih banyak dari mereka yang hidup di tempat-tempat yang tidak dilindungi, seperti di wilayah barat laut dan timur laut Aceh, di sekitar sungai Batang Toru Barat, Sarulla Timur, dan Siangkat.
Untuk melindungi orang utan Sumatra saat ini telah dibuat program pemulihan populasi mereka di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh di Jambi dan Riau.
Orangutan Kalimantan dan Sumatra, merupakan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia. Keberadaan mereka merupakan cerminan dari sikap kita terhadap alam. Jika hutan rusak, maka habitat satwa langka ini juga terancam. Oleh karena itu dibutuhkan sikap bijak dalam mengolah hutan dan hasil hutan agar orangutan Kalimantan dan Sumatra bisa tetap menemani manusia dalam kehidupannya di bumi Pertiwi ini. (ed)
Share this content:
Post Comment