Mangongkal Holi (Transfer of Bones), Tradition of Batak People

Mangongkal Holi

Ritual “Mangongkal Holi” merupakan satu dari sekian banyak ritus budaya yang ada pada masyarakat Batak Toba dan tetap dilakukan hingga saat ini. Pada dasarnya, ritual ini termasuk yang paling sakral dan kompleks tata cara pelaksanaannya. Mangongkal holi sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya pemindahan tulang-belulang seseorang dari satu pemakaman ke “tambak” (pemakaman) yang lebih baik dan telah dipersiapkan secara khusus. Pada umumnya tulang belulang yang akan dipindahkan itu, setidaknya telah berusia 10 tahun.

Mangongkal Holi
Mangongkal Holi

Salah satu tujuannya ritus ini adalah untuk menyatukan kembali “jasad” orang yang telah meninggal itu bersama dengan “jasad” sanak keluarga/kerabatnya. Kekerabatan itu bisa berupa hubungan opung-cucu, orangtua-anak, atau yang satu generasi (abang-adik) lengkap dengan pasangannya masing-masing.

Tambak atau tempat pemakaman yang baru itu, biasanya telah disediakan jauh-jauh hari sebelumnya. Di tempat khusus pula. Biasanya di kampung halaman yang disebut ‘Bona Pasogi’.

Pada umumnya tambak itu dibangun dengan megah dan biasanya bertingkat. Dari atas ke bawah, tambak itu berisikan tulang belulang orang yang lebih tua generasinya. Biasanya sampai tiga generasi.

Seperti disebut di atas, prosesi mangongkal holi merupakan peristiwa adat-budaya yang sangat kompleks. Karena melibatkan banyak orang sesuai dengan fungsinya dalam peradatan yang diatur dalam konsep ‘Dalihan Natolu’.

Karenanya, upacara mangongkal holi bisa berlangsung sampai berhari-hari. Selama itu, penyelenggara harus menjamu masyarakat, raja-raja adat, raja kampung dan semua yang terlibat dalam prosesi itu. Tidak tanggung-tanggung untuk kebutuhan itu, beberapa ekor kerbau harus disiapkan. Tidak heran bila ritus mangongkal holi akan memakan biaya yang sangat besar.

Sebenarnya ada berbagai nilai luhur yang terkandung dalam ritual ini. Salah satunya sebagai bukti penghormatan terhadap orangtua/generasi terdahulu.

Orang Batak meyakini bahwa arwah seseorang yang sudah meninggal akan hidup abadi. Dengan menaruh tulang-belulangnya ke tempat yang lebih layak (tinggi) berarti mendekatkan arwah itu kepada Penciptanya.

Namun yang paling mendasar dari dilakukannya mangongkal holi lebih bertujuan untuk menyatukan jasad seseorang dengan kerabat keluarga yang dicintainya. Mengingat bisa saja seseorang meninggal dan dikubur di suatu tempat yang jauh dari tanah kelahiran maupun domisili sanak keluarganya. Sehingga perlu ada penyatuan agar jasadnya berada satu tempat dengan jasad saudara-saudarinya. Apalagi mereka yang suami-istri. Jasad mereka mesti disatukan dalam satu tempat yang sama.

Dengan kata lain, selain bermakna religius, mangongkal holi juga bagian dari upaya mendokumentasikan kembali silsilah keluarga. Dengan berada satu tempat, generasi selanjutnya akan lebih mudah mengetahui siapa-siapa saja nenek moyang/generasi di atasnya. Dengan begitu tidak ada rantai generasi yang putus.

Hal itu disampaikan penulis buku visualgrafis, “Mangongkal Holi”, Hasiolan Siahaan, kepada medanbisnisdaily.com, Senin (30/10/2017).

Disebut-sebut, tradisi mangongkal holi juga bagian dari tradisi biblis mengenai penghormatan leluhur (nenek moyang) dan orang tua. Dalam tradisi Israel ada kebiasaan untuk mengumpulkan tulang belulang orang yang sudah meninggal dan menempatkannya bersama nenek moyangnya.

Disalahartikan

Namun sekarang kni tradisi mangongkal holi ini kini ada pergeseran. Tujuannya bukan lagi sebagai bentuk penghormatan, namun lebih sering dijadikan untuk pamer harta dan kekuasaan.

Karena merasa mampu, sebuah keluarga membangun tambak yang begitu megah. Biayanya mencapai ratusan miliar. Juga menggelar pesta berhari-hari. Mereka memanfaatkan momen itu untuk menunjukkan keberhasilannya. Akibatnya, muncul kecemburuan dan rasa minder orang-orang yang hidupnya masih susah.

“Tetapi ada juga yang memaksa. Karena gengsi dan sebagainya. Mereka membangun tambak dengan megah. Itulah yang sering kita lihat, kuburan untuk orang meninggal dibuat mewah, sementara rumahnya sendiri sudah mau tumbang,” kata Hasioalan.

Tidak hanya mangongkal holi. Dalam pesta adat dan budaya lainnya, pamer harta itu juga terjadi. Inilah salah satu problem sosial terbesar orang Batak Toba sekarang ini. Keinginan untuk menunjukkan keberhasilannya sering dilebih-lebihkan. Sebaliknya, nilai-nilai yang melekat di dalam ritus itu malah dilupakan.

source http://www.medanbisnisdaily.com/news/online/read/2017/11/05/11868/mangongkal_holi_pemindahan_tulang_belulang_tradisi_masyarakat_batak_toba_sarat_nilai/

Share this content: