The fate of one-horned Javan Rhino on Mount Anak Krakatau

Helloindonesia.id – Erupsi Gunung Anak Krakatau yang menyebabkan tsunami di Selat Sunda Sabtu 22 Desember 2018 juga menyapu sebagian kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) di Kabupaten Pandeglang, Banten.

Dua orang petugas taman nasional termasuk korban meninggal. Mereka terbawa arus sementara sejumlah bangunan kantor dan kapal milik TNUK juga hancur diterjang tsunami.

Meski demikian, gelombang tersebut tak menyeret serta badak Jawa yang terancam punah, yang saat ini hanya tinggal 67 ekor.

Badak ini kami yakini dalam keadaan aman, karena ini ombak datang dari pantai utara, sementara di pantai utara ini keberadaan badak yang sering main ke pantai tidak terlalu banyak,” ungkap Mamat Rahmat, kepala Taman Nasional Ujung Kulon, kepada wartawan BBC News Indonesia, Rivan Dwiastono Rabu (26/12).

“Mereka lebih banyak main di pantai selatan, daerah konsentrasinya di pantai selatan.”

Menurut Mamat, selain merusak bangunan dan sejumlah peralatan milik taman nasional, tsunami “hanya” meratakan vegetasi hingga 100 meter dari bibir pantai di Citelang, Jamang, dan Tanjung Alang-alang.

Setelah kejadian ini sudah di rencanakan unnutk melakukan percarian habitat baru unutk satwa ini, untuk menghuindari hal hal yang tidak di ingin kan. Ancaman Anak Krakatau terhadap pelestarian badak Jawa alias badak bercula satu sebenarnya sudah dibahas para aktivis lingkungan dan pemerintah sejak lama, terutama sejak pucuk gunung tersebut menyembul dari permukaan laut tahun 2013 lalu.

banyak pertimbangan yang harus dilakukan sebelum pemindahan sebagian badak ke habitat kedua dilakukan. Di antaranya adalah pemilihan induk badak yang harus dalam kondisi sehat, memiliki kekerabatan yang paling jauh dengan sesamanya, dan tentu, mampu bereproduksi.

lokasi habitat baru juga harus bisa memenuhi kebutuhan badak ini, agar tidak punah dan bisa dilestarikan.

Share this content: