Yaki, Monyet Hitam yang Langka dari Sulawesi
Helloindonesia.id – Yaki (Macaca nigra) atau monyet wolay merupakan primata hitam asli Pulau Sulawesi. Monyet ini masuk dalam jajaran satwa langka di dunia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Juan-Fran Gallardo pada 2010, diketahui populasi monyet hitam sulawesi ini tidak sampai 5.000 ekor. Meski masuk dalam kategori sangat terancam punah, perburuan terhadap hewan endemik Sulawesi ini masih terjadi.
Monyet hitam yaki tinggal di hutan-hutan primer Pulau Sulawesi bagian utara dan beberapa pulau di sekitarnya. Ciri khasnya adalah berbulu hitam mengilat di seluruh tubuhnya kecuali di bagian tangan, muka, dan pantatnya; di bagian atas kepalanya tumbuh rambut berbentuk jambul; memiliki moncong yang lebih menonjol; panjang ekornya sekitar 20 cm; dan pantatnya berwarna merah muda. Tingginya sekitar 40-60 cm dengan berat badan antara 7 sampai 15 kilogram.
Makanan utamanya adalah berbagai bagian tanaman, seperti pucuk daun, biji, bunga, umbi, dan buah. Yaki juga memakan beberapa jenis serangga, moluska, invertebrata kecil, tikus, dan bahkan ular.
Primata ini tidak hidup secara sendirian, melainkan berkelompok. Masing-masing kelompok terdiri atas 5-7 ekor, bisa lebih. Kelompok yang besar terdiri atas beberapa pejantan dengan perbandingan 1 ekor pejantan berbanding 3 ekor betina.
Yaki merupakan monyet makaka terbesar di Sulawesi. Saat ini, keberadaannya terancam punah. Untuk menjaga kelestariannya, pemerintah mengeluarkan UU RI No. 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1999.
Sebuah organisasi konservasi alam internasional, IUCN, memasukkan monyet hitam sulawesi atau monyet wolai ini ke dalam daftar status konservasi Critically Endangered(kritis atau sangat terancam punah) sejak tahun 2008. Organisasi lain, CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), memasukkan satwa endemik Sulawesi ini dalam Apendix II.
Penyebab utama kepunahan yaki adalah penggundulan hutan dan perburuan liar. Warga lokal suka memburu monyet hitam ini untuk disantap. Walaupun tidak banyak warga lokal yang memakannya, tapi perburuan ini cukup untuk mengurangi populasi monyet tersebut. Selain menjadi santapan, monyet-monyet ini juga diperdagangkan di sejumlah pasar di Minahasa dan Tomohon.
Populasi yaki di Sulawesi bagian utara yang tersisa kurang dari 5.000 ekor, 2.000 ekor di antaranya hidup di Cagar Alam Tangkoko-Duasudara. Dalam 20 tahun terakhir, populasinya terus menurun secara drastis sekitar 80%. Padahal, monyet hitam ini berperan dalam persebaran biji-bijian di hutan Sulawesi. Artinya, langkanya primata ini berpengaruh buruk terhadap keadaan lingkungan hutan.
Saat ini, kesadaran sebagian masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian satwa sudah terbangun sehingga muncul berbagai gerakan untuk menyelamatkan satwa-satwa liar. Tidak terkecuali yaki.
Salah satu program untuk menyelamatkan satwa ini adalah Selamatkan Yaki. Program ini mencakup kegiatan konservasi, edukasi, dan riset untuk melindungi monyet hitam sulawesi dan hutan sebagai habitat asli mereka.
Source:
http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/07/yaki-si-monyet-hitam-sulawesi
http://www.biodiversitywarriors.org/isi-katalog.php?idk=6296&judul=Yaki-/-Monyet-Wolai-/-Monyet-Hitam-Sulawesi
Also
Share this content:
Post Comment